Jumat, 21 April 2017

ISLAM SEBAGAI FONDASI PERJUANGAN R.M.SAID/PANGERAN SAMBERNYAWA DAN ETIKA SELALU DIJUNJUNGNYA KETIKA LAWAN ADALAH RAMANDA/PAMANNYA SENDIRI YAITU PANGERAN MANGKUBUMI/SUNAN KABANARAN/SULTAN HAMENGKUBUWANA I



Filosofi utama dasar perjuangan R.M.Said adalah konsepsi ajaran Islam, bagi beliau tidak hanya syariah saja namun dilakukan dalam rangka perjuangan secara keseluruhan.
"Tahun Je dan sengkalan, Ponang Liman (8) lan Turangga (7), Angrasa (6) Wani (1).



"Kangjeng Pangeran Adipatya Arya Amengkunagoro, sampun nekad kersanipun, pisah lan rama sang nata Th.1678 J/1752 M"(Babad Lelampahan. Asmarandana,50:248).


(Kangjeng Pangeran Arya Amengkunagoro sudah bertekad bulat untuk berpisah Ramandanya sang Raja Mataram').




Pemisahan itu diambil oleh R.M.Said, karena tidak saja Pangeran Mangkubumi/Sunan Kabanaran/Sultan Hamengkubuwana I yang telah mengingkari janjinya sendiri yaitu berbalik mau bekerja sama dengan pihak Belanda, perilaku tersebut tidak sesuai dengan karakter seorang ksatria, terlebih dilihat dari prinsip perjuangan dan filosofi Islam yang selama itu diyakini kebenarannya oleh R.M.Said, baginya sebagai muslim setiap sumpah yang pernah diucapkan wajib ditepati.



" Sawab aku wus anekad tur aderah, batur kabeh suntari yen tresna maring wang, ingsun tedha mring Allah, barenga mati lan mami, saure kikila, sadaya kang prajurit',(Babad Lelampahan.Durma,14:27).


(Aku telah bertekad bulat, tidak ada pilihan lain mati atau mukti, kalian prajuritku semua, jika kalian semua cinta kepadaku, marilah kita bersama bertempur mati-matian sampai titik darah penghabisan, andai kata aku gugur bersama, gugur di haribaan ALLAH, segenap prajurit menyatakan kesanggupannya).



"Dyan Pangeran Adipati Mangkunagara, ikhlas manah kang wening, tan ana ketingal, nanging ALLAH kang mulya, ngandika Pangeran Dipati, prajuritira,wong-jero para mantri".(Babad Lelampahan,Durma,45:260).


(Kata Pangeran Adipati kepada para prajurit Mantri-Lebet, bahwa kalah menang dalam perjuangannya harus didasari hati yang ikhlas, dan kepercayaan penuh, semuanya diserahkan kepada kehendak ALLAH, hanya kepada ALLAH-lah kita menyerahkan diri dan berlindung).



Filosofi seperti itulah yang setiap saat ditanamkan R.M.Said kepada setiap prajuritnya manakala akan menghadapi pertempuran, baik dalam kondisi terdesak maupun ketika setelah meraih kemenangan, mati dijalan ALLAH, adalah mati dalam perang sabil, yang artinya mati syahid.



"Angandika mring kang abdi Kawandasa, sira kabeh suntari, payo bareng pejah, sarta bocah kapendhak, asrah ALLAH derah pati, ngamuk Walanda, pada sunajak mati".


(Berkata Pangeran Adipati Mangkunagara kepada para prajuritnya, kalian semua kuajak mati bersama dalam peperangan ini, kita akan bertempur sampai darah penghabisan, berperang melawan Belanda).

"Payo bocah padha apasrah ing ALLAH, ature sauri peksi, sandika sedaya, ing pundi gen palastra, yen dede ngarsaning Gusti, panedha kula, pejaha aprang sabil", (Babad Lelampahan,Durma,66-77:321).


(Marilah kita serahkan jiwa dan raga kepada ALLAH, para prajurit menjawab, kita siap melaksanakan perintah Gusti, dimanakah gerangan tempat yang paling utama untuk mati, jika tidak dihadapan ALLAH yang Maha Kuasa, kami semua memohon jika kita mati di medan laga adalah termasuk mati perang sabil atau menjadi syuhada).



Implikasi dari konsepsi Islam yang dijadikan filosofi perjuangan R.M.Said menyebabkan ia selalu mampu berfikir jernih, tidak larut dalam emosi yang berlebihan, sebagaimana ketika pasukannya dapat memenangkan pertempuran yang dahsyat melawan Paman atau Mertuanya sendiri yaitu Pangeran Mangkubumi atau Sunan Kabanaran atau Sultan Hamengkubuwana I, kebesaran hati R.M.Said secara nyata dapat dilihat dari kejernihan berfikirnya untuk tidak melukai atau membunuh Pangeran Mangkubumi.



Kesempatan untuk menghabisi Pangeran Mangkubumi dalam perang tersebut sangatlah besar, namun dalam saat-saat yang menentukan R.M.Said justru mampu mengendalikan emosinya dan etika selalu dijunjungnya.



Bagi R.M.Said pertempuran melawan Ayah mertuanya, tidaklah didasari pada satu kebencian yang bersifat pribadi, melainkan kepada sikap Pangeran Mangkubumi yang mau bekerja sama dengan Belanda untuk melawan dirinya, sebagaimana yang dinyatakan sendiri oleh R.M.Said dalam catatannya atau Babad Lelampahan :


"Tan angimpi sedya mungsuha kang rama, yen den kajenga ugi, ing pambujengira, kadi Sunan kecandhak, Kangjeng Pangeran Dipati, engat in.g driya, lahir tumekeng batin", (Babad Lelampahan,Durma,72:262).


(R.M.Said tak pernah bermimpi untuk melawan Ramandanya sendiri, seandainya peperangan diteruskan, pastilah Kangjeng Sunan Kabanaran atau Pangeran Mangkubumi atau Sultan Hamengkubuwana I akan tertangkap, dalam hati ia selalu ingat, untuk menjunjung tinggi, secara lahir batin kepada Raja yang juga mertuanya sendiri).



Kenyataan yang terjadi dalam 'Perang Kasatriyan' di Ponorogo misalnya, bukanlah disebabkan oleh R.M.Said yang menyerang pasukan Pangeran Mangkubumi, melainkan Pangeran Mangkubumi-lah yang selalu mengejar-ngejar pasukan R.M.Said, peperangan tersebut sebenarnya tak lebih dari upaya R.M.Said mempertahan diri, itulah sebabnya ketika pasukannya (Kawandasa, Prajurit Estri, & wadyabalanya) menghancurkan Prajurit Pangeran Mangkubumi, R.M.Said tidak mempunyai niat sedikitpun untuk membunuh Pangeran Mangkubumi, kendati kesempatan itu ada padanya, hal tersebut yang berbeda ketika R.M.Said menyerang pasukan Belanda, jika ada kesempatan tidak hanya pasukannya yang dihancurkan, tetapi juga para komandannya sekalipun.



Filosofi Islam yang direfleksikan dalam setiap tindakan akhirnya memang menempatkan R.M.Said sebagai pemimpin pasukan yang dihormati oleh setiap wadyabalanya, setiap strategi atau keputusan selalu dibicarakan sesuai dengan ajaran Islam yang meletakkan konsep kebersamaan dan musyawarah sebagai model kepemimpinan dan perjuangannya.




Sumber : (Restrukturisasi Budaya Jawa - Perspektif Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I)


Disalin oleh : R. Brahmantia Gentur Pamuji

DUKUH SANGGRAHAN TEMPAT ASAL IBUNDA PAHLAWAN NASIONAL H. Dr. R. SOEHARTO SASTROSOEYOSO

Ibundanya memiliki bakat dalam mengobati dan menyembuhkan orang sakit, ternyata pekerjaan mulia tersebut menurun kepada putranya H. Dr. R. S...